Just another WordPress.com site

 Last Updated on Wednesday, 07 July 2010 01:40 Thursday, 01 July 2010 10:29

Pasal 52 KUHAP menegaskan, “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.” Ketentuan ini memberikan jaminan kepada terdakwa bahwa dalam menyampaikan keterangan harus berada dalam kondisi aman dan bebas dari segala kekangan, paksaan, dan perasaan takut. Dengan demikian, setiap keterangan terdakwa, termasuk keterangannya sebagai tersangka di dalam pemeriksaan kepolisian, haruslah bebas dari tekanan dan paksaan oleh pihak manapun. Terdakwa dalam persidangan dapat melakukan pencabutan berita acara pemeriksan (BAP) di kepolisian jika disadari bahwa dalam memberikan keterangan mendapat tekanan dan paksaan. Implikasinya adalah bahwa BAP tersebut merupakan pegangan utama jaksa dalam menyusun surat dakwaan dan tuntutan dipersidangan menjadi melemah, sehingga majelis hakim akan memanggil pihak penyidik untuk menjelaskan peristiwa pencabutan BAP tersebut. Pencabutan BAP yang merupakan hak bagi terdakwa juga disandarkan pada penafsiran dari pasal 66 KUHAP bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Artinya, bahwa salah satu alat bukti yang sah adalah keterangan/pengakuan terdakwa dapat saja dibantah atau ditolak oleh terdakwa sendiri. Kebebasan atau hak terdakwa untuk tidak menjawab pertanyaan yang diajukan proses pemeriksaan juga dilindungi oleh KUHAP, sebagaimana diatur dalam Pasal 175 KUHAP yang menegaskan bahwa jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan utnuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan. Salah satu alasan bagi terdakwa untuk tidak menjawab pertanyaan adalah diajukannya pertanyaan yang menjebak atau menjeratnya. Terdakwa atau melalui kuasa hukumnya dapat melakukan protes kepada majelis hakim. Hak tersebut dilindungi Pasal 166 KUHAP yang menegaskan “Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi”. Untuk memahami maksud Pasal 166 KUHAP, perlu kita simak apa yang dijelaskan oleh penjelasan dari pasal tersebut, yaitu “Jika dalam salah satu pertanyaan disebutkan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan, maka pertanyaan yang sedemikian itu dianggap sebagai pertanyaan yang mejerat. Pasal ini penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat itu tidak hanya tidak boleh diajukan kepada terdakwa, akan tetapi juga tidak boleh diajukan kepada saksi. Ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di semuai tingkat pemeriksaan. Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Tekanan itu, misalnya ancaman dan sebagainya yang menyebabkan terdakwa atau saksi menerangkan hal yang berlainan daripada hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan pikirannya yang bebas.” Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat tidak hanya ditujukan pada pemeriksaan di sidang pengadilan saja, tetapi meliputi semua tingkat pemeriksaan, sehingga terdakwa dalam memberikan keterangan dlam keadaan bebas dan tidak dalam bentuk penekanan apapun. Untuk mengetahui dan mengajukan pelanggaran Pasal 166 KUHAP, baik oleh terdakwa sendiri maupun kuasa hukumnya.

 sumber buku : Cerdik & Taktis menghadapi Kasus Hukum

Tinggalkan komentar